Rabu, 18 Februari 2009

Tidak Loecoe

Terlambat
Kali ini Padri terlambat lagi.
Guru piket : Padri, kamu terlambat lagi....
Padri : Ya Buk
Guru Piket : Sampai kapan kamu akan terlambat?
Padri : Entahlah, Buk
Guru Piket : Kok entahlah
Padri : Saya tidak tahu apakah besok saya masih hidup, Buk. Takdir hidup dan mati adalah hak Allah semata. Manusia hanya menerima. Jangankan besok, satu jam lagi, bahkan satuuu detiik lagi, saya tak tau apakah saya masih akan hidup.
(Alaaah.. sok berfilsafat pula kamu Padri. Ditanya, eh malah ceramahi Buk Guru.)



















Jangan Memaki

pernahkan kita melakukan 3M? (melaknat, mengutuk, memaki)
melaknat, mengutuk atau memaki dalam hukum islam termasuk dalam golongan dosa besar. 3M itu sendiri biasa dilakukan oleh orang yang hatinya diliputi kebencian, dendam, dan kemarahan. sehingga apa yang dibencinya dimaki mengikuti emosi kemarahaanya. makian tersebut dapat ditujukan kepada sesama manusia, atau makanan atau binatang atau barang barang.kita yang sering memaki sesuatu menunjukkan kesombongan dan keangkuhan kita didepan allah, seakan akan kita merasa yang paling benar, paling bersih, paling suci, paling pintar, paling mulia dan paling sempurna. pahalal kesempurnaan itu adalam milik Allah, kesempurnaan itu datangnya dari Allah.
perbuatan memaki tersebut menunjukkan seolah olah kita telah memvonis atau menentukan keburukan makluk yang ada didepan kita. seolah olah kita mengetahui akhir dari kehidupan ini, atau akhir dari makluk yang dimaki. maka dari itu memaki termasuk perbuatan yang tercela, karena kita manusia sebagai makluk yang paling sempurna, ternyata masih mengikuti hawa nafsu, nafsu setan.
dari sebuah hadist diriwayatkan :abu darda berkata, Rasulullah telah bersabda, :”orang yang biasa memaki, melaknat, mengutuk, tidak dapat memberi safaat atau menjadi saksi pada hari akhir”.
rasulullah tidak pernah memaki, mencela terhadap makanan yang rendah, bila beliau berkehendak maka dimakannya, bila tidak suka maka beliau tidak memakannya.
intinya memaki makluk ciptaan Allah sama dengan menghina kepada Allah, menghina kepada sang pencipta, Dzat yang memiliki segalanya. maka dari itu, kebanyakan dari kita yang suka memaki memiliki perangai yang buruk dan jauh dari aqlakul karimah. landasan umat islam. dan perbuatan buruk ini dapat membawa kita dalam kehidupan yang sombong, takabur, dan lupa kepada Allah.

Rabu, 11 Februari 2009

Rencanakan Hidupmu


Hidup harus terencana dengan baik. Tentu. Sehelai daun yang jatuh adalah bagian dari perencanaan Allah. Allah yang serba maha saja memiliki perencanaan yang sedemikian detil. Mengapa kita yang lemah dari semua sisi tidak berusaha untuk memiliki perencanaan. Allah dalam Alquran sering mengulang bahwa Ia memiliki sebuah buku induk yang berisi perencanaan lengkap dari awal hingga akhir dari kehidupan ini. Namanya Lauh Mahfuz. Tentu ada hikmah yang teramat dalam dari apa yang diberitahu oleh Allah ini. Di antara hikmah yang bisa kita ambil adalah kita juga harus menjadikan hidup kita ini terncana dengan baik.

Mengapa kita mesti memiliki perencanaan
1. Waktu hidup manusia di muka bumi amat singkat. Ia harus mengumpulkan sebanyak mungkin amal soleh untuk bekal hidupnya di akhirat kelak. Ia tidak tahu berapa jatah yang diberikan kepadanya. Tanpa perencanaan, waktu yang amat singkat itu akan terbuang sia-sia. Waktu yang amat singkat itu tidak akan menghasilkan apa-apa, tidak membawa kemanfaatan untuk dirinya sendiri, apalagi untuk orang lain; tidak bermanfaat untuk dunianya dan tidak bermanfaat untuk akhiratnya. Orang seperti inilah yang tergolong orang yang celaka.
Tanpa perencanaan, waktu tidak terarah dengan baik. Banyak hal-hal tidak penting dan tidak membawa perubahan yang besar yang kita lakukan.

Bandingkanlah sebaliknya dengan waktu yang diarahkan dengan baik mencapai sesuatu yang bernilai besar; di dunia dan akhirat. Tentu ia akan mendapat sesuatu yang bernilai itu. Tiap orang menuai hasil dari usahanya.


2. Logika. Orang yang memiliki perencanaan memiliki kekuatan nalar (akal) yang lebih kuat dan lebih bagus dibanding yang tidak. Perencanaan telah membuatnya mengetahui titik-titik perbedaan antara anggapan dan kenyataan. Ia memahami konsep sunatullah. Orang yang berhasil ia memahami sunnatullah dalam hidup ini. Sunnatullah adalah ketentuan Allah yang berlaku dalam kehidupan ini yang tidak akan berubah sampai akhir dunia ini. Hubungan kausal.
Titik persamaan antara perencanaan dengan kenyataan itulah yang merupakan titik sunatullah.

Jangan biarkan hidup berlalu begitu saja. Bukankah nanti semua akan diminta pertanggungjawabannya, termasuk nikmat hidup ini. Jika nanti Allah menanyakan ke mana hidup ini telah kita habiskan. Maka kita akan menjawab sesuai dengan perencanaan yang telah kita buat dan lakukan. Jika kita adalah orang yang punya perencanaan. Bagi yang tidak tentu jawabannya tidak tepat, tidak berbobot, dan ngambang.

Susunlah perencanaan. Semuanya. Apakah dia kegiatan; keuangan; masa depan; perencanan masa depan anak-anak/keluarga, dll.

Kita berhak dan wajib berusaha dengan cara yang terbaik. Untuk hasil terbaik.

Tidak Anda ingin dirimu menjadi orang yang terbaik.

Semua orang ingin menjadi yang terbaik. Tapi, tidak semua orang--hanya sedikit orang--yang berusaha menjadi yang terbaik.

Saya dan Anda pantas untuk menjadi yang terbaik. Cobalah. Buatlah perencanaan. Lalu impian pun jadi kenyataan.

Allahua'lambisshawab.




















Jumat, 06 Februari 2009

Anak dalam Pandangan Seorang Ayah

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Segala puji hanya milik Allah. Salawat dan salam untuk Rosulullaj saw.

Seorang ayah memandang anaknya sebagai wujud dari perjalanan panjang yang telah ia lalui. Inilah salah satu bentuk dari usahanya selama ini. Kalau ia selama ini adalah seorang pejuang di jalan kebaikan, maka ia akan lihat anak-anaknya adalah anak-anak yang juga bertabur kebaikan. Ia akan begitu harap pada keturunannya. Ia berharap mereka akan meneruskan usahanya untuk menebar kebaikan di mana pun, kapan pun. Ia sayang kepada anaknya. Allah telah anugerahkan kasih sayang itu kepadanya. Salah satu anugerah tertinggi Allah untuk orang-orang yang berbuat kebaikan adalah ditempatkan rasa kasih sayang di dalam hatinya. Rasa kasih sayang di hatinya inilah yang menjadikan ia disayang oleh orang lain sepanjang hidupnya. Rasa kasih sayang inilah yang membangun harapan besar di dalam dirinya bahwa ia akan memperoleh anak-anak yang soleh.

Anak dalam pandangan seorang ayah adalah kekayaan tiada ternilai. Apa pun bentuk kekayaan dunia ini tak mampu menandingi kekayaannya berupa seorang anak yang soleh. Hatinya akan hancur ketika ia dikasari anaknya ketimbang ia kehilangan seluruh harta bendanya. Harta dapat kembali dicari, tetapi anak yang telah jauh dari kesolehan, dengan apa akan diganti. Hatinya yang hancur oleh anaknya, entah dengan apa akan diobati.

Itulah makanya Allah memberi kehancuran kepada pelaku kejahatan dengan memulai kehancuran itu dari keluarganya, dari anak-anaknya. Ini azab teramat pedih.

Seorang ayah yang bersitungkin bekerja siang malam; seorang ayah yang menempuh beragam kesulitan dalam beramal yang tampaknya tak bernilai (dunia); harapannya adalah bahwa ia akan beroleh anak yang soleh. Bahwa Allah akan menghargai usaha jerih payahnya dengan memberinya anak-anak yang soleh.

Anak soleh penyejuk hati. Anak soleh dambaan para Nabi dan Rosul, dambaan para solihin.Semua ayah boleh mendambakan anak yang soleh. Semua ayah berhak berusaha untuk beroleh anak yang soleh.

Aku seorang ayah. Aku terus memotivasi, mengingatkan diriku bahwa sangat ingin anak-anakku semuanya menjadi anak-anak yang soleh. Semua. Agar doa mereka penyejuk bagi kuburku, penambah berat timbangan amal kebaikanku, melapangkan jalanku menuju surga yang dijanjukan Allah.

Aku memandang dengan takjub kebesaran Allah dalam diri anak-anakku. Terus muncul hal-hal baru menakjubkan dari mereka. Baik perkembangan mereka, sikap mereka.

Aku lihat diriku pada mereka. Lalu aku menangis. Ya Allah, janganlah kesalahanku di masa lalu membawa keburukan kepada anak-anakku. Jadikanlah kebaikanku di masa lalu jadi warisan mereka seumur hidup. Indahkanlah akhlak mereka, indahkanlah wajah dan tubuh mereka.

Ya Allah, kumpulkan kami kembali di surga.

Penat aku pulang kerja. Aku merindukan untuk memeluk anak-anakku. Lalu, hilang semua kepenatan dari jiwa. Mereka hiburan jiwaku. Aku tidak mau lagi dengan segala hiburan yang melalaikan, menambah dosa, atau sia-sia.

Tiap detikku adalah perjuangan untuk menjadi seorang ayah yang soleh. Seorang ayah yang pantas untuk ditiru. Seorang ayah yang bisa dibanggakan di hadapan Allah. Mereka merasa beruntung telah mendapat seorang ayah sepertiku.

Aku terus menyadarkan diriku akan hal ini. Di alam barzah, di sana, aku bisa mengharapkan kiriman doa mereka, kalau aku berhasil mendidik mereka menjadi anak-anak yang soleh.

Adakah aku marah. Tentu. Adakah aku jenuh. Tentu. Sampai saat ini persentasenya kecil. Aku mensyukurinya.

Hari ini aku sedang berjuang untuk pulang kampung. Secara logika, tidak pulang adalah keputusan yang lebih baik. Aku memutuskan pulang. Sesulit apa pun. Aku pulang untuk menunjukkan baktiku kepada Amak. Aku ingin menyenangkan hati beliau. Tentu beliau senang kalau beliau merasa aku sebagai anaknya ingat akan dirinya. Harapan akan menyenangkan hati beliau melebihi logika selogis apa pun. Melebihi apa pun. Melebihi kesenangan dari seorang bidadari.
Bidadari dunia secantik apa pun tentu akan kau temukan banyak kekurangan yang tidak menyenangkan hatimu. Sedang, keputusanku ini menyenagkanku tanpa kulihat ada kekurangannya. Kesulitan bukan kekurangan, malah menambah kepada kualitas kenikmatannya. InsyaAllah.

Aku ingin menjadi anak yang berbakti. Ini syarat mutlak untuk mendapat anak yang berbakti. Sabda Rosulullah, untuk mendapat anak soleh, jadikanlah dirimu seorang anak yang berbakti kepada kedua orang tuamu.

Aku begitu takut bahwa pertimbangan materi menjadi dominan dan menguasai perbuatan-perbuatanku. Ini memberatkan dan berakhir keburukan. Aku tidak melihat anak-anak orang kaya adalah anak-anak yang berbakti, kebanyakannya. Apa yang kurang. Anak-anak itu telah merasakan banyak kesenangan dari orang tuanya. Tapi, mereka tidak menjadi anak-anak yang santun dan berbakti.

Aku sekuat tenaga akan mencarikan kesejahteraan yang bersih-halal untuk anak-anakku. Yang ingin benar-benar aku wariskan adalah kekayaan jiwa.

Tiap detik dari usiaku adalah perjuangan menuju rido Allah. Apa yang di sisi Allah jauh lebih baik, bagi orang yang mengetahui.

Pernikahanku adalah sarana ibadah. Anak-anak adalah sarana ibadah. Kedua menjadi jalan untuk mengumpulkan kebaikan.

Aku seorang ayah. Telah dua orang anakku. Anak-anak yang lucu. Mereka mengobati penat, suntuk, dan sumber motivasiku.

Aku seorang ayah yang sedang berjuang menjadikan tiap detik waktunya bernilai dalam pandangan Allah. Aku yakin apa yang aku lakukan akan berpengaruh kepada anak-anakku. Kebaikan yang aku lakukan di mana pun, kapan pun, akan menanam benih kebaikan dalam diri anak-anakku. Benih itu akan besar dan berbuah yang manis.

Abu Syuhada, Seorang ayah di Duri, Riau.

Cucu Amak































Mak, ini cucu-cucu amak. Udah dua.
Ibrahim Ramadhan Yura.
Sabiq Syuhada Khairi.
Doakan jadi anak yang soleh.

Kamis, 05 Februari 2009

Jambore Nasional Pandu SIT







Kami dari SMA IT Mutiara ikut serta dalam Jambore Nasional SIT, Juli 2008 di Bumi Perkemahan Cibubur Jakarta. Berikut cerita pengalaman dan kesan kami.

Tidak mudah bagi kami untuk sampai di Cibubur Jakarta dari Duri, Riau. Sebuah perjalanan panjang yang melelahkan.

Kami berangkat dengan menggunakan mobil. Ini karena terbatasnya dana yang kami miliki. Kasak-kusuklah Pak Qodri mencari bus yang bisa dicarter sampai ke Jakarta. Mulanya dapat bus ANS. Di tengah jalan, udah dekat ke hari H, sehari sebelum hari H, ANS membatalkan secara sepihak. Maka jungkir balik lagilah Pak Qodri mencari bus pengganti. Tak kunjung dapat.

Akhirnya dapatlah bus. Ia minta uang disetor Rp 6 juta. Uang pun disetor. Ternyata, bus yang katanya bagus, adalah barang rongsokan. Atapnya bocor, kursinya sudah pada bolong dan berkarat, sopir dan keneknya tak kalah jelek dari busnya. Mereka adalah para penipu.Perusahaan bus ini penipu besar. Mereka menjanjikan yang bagus, ternyata dikasih yang udah mau masuk tempat pembuangan sampah.

Bus sekalian supirnya disuruh pergi. Uang yang telah disetor kami minta kembali. Tapi, yang namanya penipu adalah para maling besar. Mereka makan uang itu dengan rakusnya. Mereka tak mau mengembalikan.


Anggota pandu SMA IT Mutiara yang akan berangkat sudah diminta bermalam sehari sebelumnya. Rencana semula kami akan berangkat habis subuh agar bisa nyampe di Jakarta agak siang/tidak kemalaman. Karena bus tak kunjung datang, sampai menjelang magrib kami belum juga berangkat. Akhirnya,setelah tiap orang yang hadir saat itu memutar otak, sampailah kepada keputusan berangkat memakai bus sekolah.

Semua sudah tegang. Orang tua yang mengantar kepergian anak-anak juga sudah pada ikut tegang. Hampir saja kami tidak jadi pergi. Pak gafar menegaskan tetap pergi. Ya, kami pun pergi, dengan segala duka dan suka yang bercampur aduk di dalam dada.

Udah menjelang malam. Bus yang membawa kami, sebanyak tiga bus, mulai merangkak meninggalkan almamater tercinta. Perjalanan panjang melelahkan menuju tanah Jawa dimulai.

Hingga melewati Riau, perjalanan aman-aman saja. Di Jambi mulai muncul masalah. Di Jambi sedang terjadi krisis BBM yang parah. Cadangan minyak di dlam tanki mobil tak seberapa. Ke mana pun mencari di sekitar kota Jambi, yang namanya minyak tak kami temukan. Orang udah antri dari pukul 5 subuh, sampai mejelang magrib belum juga dapat minyak.

Hari mulai merangkak malam. Kami bermenung di pinggir jalan. Masing-masing dipenuhi oleh pikiran tak menentu. Ternyata Allah sayang pada kami. Timbul ide untuk membeli minyak di pinggir jalan. Berapa yang ada di beli, yang penting bisa keluar dari Jambi. Ketika membeli minyak di pinggir jalan, ternyata tukang minyak itu memiliki cadangan minyak yang buanyak. Ia sanggup memenuhi semua tanki mobil kami. Harganya tentu naik. Tak apa, yang penting terus bergerak. Perjuangan ini tak mungkin dihentikan.






Palembang Lampung lancar aja. Sampailah kami di Bakaheuni. Siap menyeberang ke tanah Jawa. Cibubur! Kami segera tiba!

Kami menghirup udara Selat Sunda dalam-dalam. Ah, sedikit lega. Agak bisa istirahat meregang kaki, anggota badan yang telah kaku dua hari dua malam di atas mobil yang sempit. Kami poto-poto. Kami jadi gembira lagi. Rasanya semua kelelahan terobati.

Pak Qodri dan para Tetua berkumpul. Mereka membicarakan tentang dana yang mencemaskan. Hilangnya uang 6 juta tanpa tahu rimbanya tentu menakutkan. Banyak perencanaan anggaran yang amburadul. Kita berada jauh di negeri seberang, ke mana akan mengadu kalau uang untuk pulang tak ada lagi. Pembicaraan diliputi aroma kecemasan. Sementara para anggota pandu tak tahu, dan tak perlu tahu. Mereka asik bergambar. Senyum tawa penuh semangat menghiasi rona roman mereka.

Dengan semangat pantang mundur, rapat tetua memutuskan akan menghadapi apa pun yang terjadi. Allah tempat meminta tolong. Allaahuakbar!

Menginjak tanah Jawa. Kami memasuki jalan tol. Hari telah malam. Kembali masalah menyapa. Kami tidak tahu di mana Cibubur. Kami keluar masuk tol berkali-kali. Uang habis sekian untuk membayar tarif tol. Posisi kendaraan juga berpencaran. Kendaraan Mas Gino memisahkan diri.

Tekad baja dan pertolongan Allah juga yang kemudian membawa langkah kami menemukan Buper Cibubur. Kami bersorak gembira. Aduh Cibubur, sebegitu berat perjuangan kami untuk membawa cinta kepadamu!

Nah ini dia Buper Cibubur.

Hari telah pukul 2 dini hari. Tulang rasa mau lepas. Pekerjaan masih banyak. Kami harus segera membawa barang ke tenda. Mempersiapkan tenda. Untung, tenda telah didirikan oleh panitia. Kami tinggal menempati. Alhamdulillaah.

Perut kerocongan. Pak Yudi segera mengurus, cari nasi. Kami segera makan dengan mata mengantuk dan badan loyo. Capek la yau!

Dan.....
Kawan, yang putri juara I Lomba Jembatan Darurat. Yang putra Juara III. Alhamdulillah. Perjuangan kami happy ending.

Pulang. Banyak yang sakit, mabok berat. Semua pada teler.
Pak Qodri juga teler.
Esok harinya semua pada mencret. Pak Yudi Mencret. Bu Lena mencret berat. Bu Yuli Mencret super, hingga jadi kurus.

Cibubur kan kukenang dikau slalu!

Di Sana
Di seberang tanah kami
Kami berjuang
Mengukir nama almamater tercinta
Duka derita tiada kami peduli
Telah
Terukir sudah


YPIT MUTIARA JUARA UMUM JAMBORE NASIONAL SEKOLAH ISLAM TERPADU!
ALHAMDULILLAH. ALLAAHUAKBAR!

Rabu, 04 Februari 2009

Pramuka SIT SMA IT Mutiara Duri

I. NAMA KEGIATAN
Kegiatan ini diberi nama PERKEMAHAN MUTIARA I.

II. DASAR PEMIKIRAN
Kegiatan kepramukaan adalah kegiatan keterampilan hidup. Ilmunya adalah ilmu terapan. Semua yang dipelajari haruslah dipraktikkan dalam wujud nyata.
Kegiatan kepramukaan di SMA IT Mutiara haruslah diarahkan pada tindakan nyata. Semua yang telah mereka dapat tentang pengetahuan dan pengalaman harus diterapkan. Salah satu bentuk penerapan itu adalah dengan melakukan pembinaan kepada para pramuka yang lebih rendah tingkatannya. Hal ini akan memberikan kepada mereka pengalaman dan pemantapan terhadap pengetahuan yang telah mereka miliki.
Atas dasar inilah kegiatan Perkemahan Mutiara I ini diadakan

III. TUJUAN
1. Penerapan pengetahuan kepramukaan
2. Pembinaan kepada pramuka yang lebih muda


IV. BENTUK KEGIATAN
Kegiatan ini diadakan dalam bentuk Persami (Perkemahan Sabtu Minggu). Bentuk kegiatan adalah perlombaan, yaitu lomba-lomba keterampilan bidang kepramukaan dan pengetahuan umum. (Perincian bentuk kegiatan dapat dilihat pada lampiran Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan).

V. WAKTU DAN TEMPAT KEGIATAN
Kegiatan diadakan mulai dari hari Sabtu—Minggu , 7—8 Maret 2009 bertempat di Lingkungan YPIT Mutiara Duri, Riau.

VI. PESERTA
• Peserta adalah Pramuka Penggalang dari SMP-SMP yang diundang.
• Peserta adalah siswa yang beragama Islam

VII. ANGGARAN BIAYA
(TERLAMPIR)

VIII. KEPANITIAAN
(terlampir)


Demikianlah proposal ini dibuat untuk dipahami pihak-pihak yang terkait.




















Duri, 2 Februari 2009



Panitia Pelaksana Perkemahan Mutiara I,





Abdur Rahman Budi Arif Genesa Agnes Melazt
Ketua Sekretaris



Koordinator Pelaksana Perkemahan Mutiara I,





Yudi Hendra, S.Pd.





Mengetahui:

Kepala SMA IT Mutiara, Wakil Kepala Sekolah Bid. Kesiswaan,





Dra. Hj. Irmalida Edi Purnomo, Lc.
























Lampiran 1

PETUNJUK PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Peserta
a. Peserta/utusan per sekolah adalah dua regu, dengan perincian: satu regu putra dan satu regu putri. Tiap regu berjumlah 10 orang penggalang.
b. Peserta adalah siswa yang beragama Islam.

B. Perlengkapan perkemahan
Semua hal yang berkenaan dengan perlengkapan perkemahan disediakan sendiri oleh peserta.

C. Kegiatan
1. Lomba tali-temali (pionering):
a. Membuat tiang bendera
b. Membuat tandu
c. Semapur
2. Baris berbaris
3. Lomba Pentas seni:
a. Baca puisi
b. Lagu kreasi
4. Lomba tenda terbaik
5. Bazaar


1. Pionering
a. Membuat tiang bendera
▪ utusan per regu 3 orang
▪ tiang bendera adalah tiang dengan dua tongkat
▪ peralatan disediakan sendiri oleh peserta
▪ peralatan yang dibutuhkan yaitu:
- dua buah tongkat pramuka
- tali pramuka
- bendera merah putih ukuran kecil atau bendera latihan
- pancang
▪ kriteria penilaian yaitu kebenaran simpul, kekuatan, dan kecepatan

b. Membuat tandu
▪ utusan per regu 3 orang
▪ tandu yang dilombakan adalah tandu darurat model N
▪ peralatan disediakan sendiri oleh peserta
▪ peralatan yang dibutuhkan yaitu:
- tongkat pramuka 2 buah
- tali pramuka
▪ kriteria penilaian adalah kebenaran simpul, kekuatan, dan kecepatan

c. Semapur
▪ utusan per regu 2 orang
▪ peralatan disediakan sendiri oleh peserta



2. Lomba Keterampilan Baris-Berbaris (LKBB)
▪ diikuti oleh semua anggota regu


3. Lomba pentas seni
▪ jenis pementasan seni yang diperlombakan adalah:
1. Deklamasi puisi
2. Lagu kreasi

(1) Deklamasi puisi
- Utusan per regu 1 orang
- Membacakan satu puisi wajib dan satu puisi pilihan
- Puisi wajib dipilih dari puisi yang telah ditentukan panitia
- Puisi pilihan ditentukan sendiri oleh peserta
- Puisi wajib terlampir

(2) Lagu kreasi
- Lagu kreasi adalah lagu dengan naskah lagu merupakan karangan sendiri dari regu ybs., irama/arransemen diambil dari lagu-lagu yang sudah ada.
- Isi lagu harus bersifat positif, pantas, dan tidak mengandung unsur pornografi, mengandung nuansa Islam
- Sebagai musik digunakan alat-alat sederhana
- Utusan per regu 5—10 orang
- Tiap regu menampilkan satu lagu kreasi

4. Lomba tenda terbaik
• Pemenang lomba tenda terbaik adalah tenda yang paling bersih, rapi, teratur, dan mempunyai unsur keindahan.
• Penilaian dilakukan kapan saja oleh panitia tanpa perlu pemberitahuan kepada peserta.


5. Bazar
• Kegiatan bazar dilaksanakan dan dikelola oleh panitia untuk ikut memeriahkan pelaksanaan kegiatan perkemahan sekaligus membantu memudahkan peserta dalam memenuhi kebutuhan yang memungkinkan untuk disediakan.


D. Keputusan Juri
Keputusan juri bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu gugat.


E. Jadwal
1. Pendaftaran peserta : 9—28 Februari 2009, bertempat di Kantor SMA IT Mutiara, Kompleks PT CPI Sebanga Duri, telepon (0765) 993292
Pendaftaran via telepon : Bpk. Yudi Hendra
Dekman
Genesa
2. Technical Meeting : Kamis, 5 Maret 2009, pukul 08.00 WIB, bertempat di kantor
SMA IT Mutiara, Kompleks PT CPI sebanga, Duri
3. Kegiatan Persami : Sabtu—Minggu, 7—8 Maret 2009.
Bertempat di Kompleks Lembaga Pendidikan YPIT Mutiara
Duri, Kompleks PT CPI Sebanga, Duri.
Peserta sudah berada di lokasi perkemahan, Sabtu, pukul
14.00 WIB.



(Jadwal lengkap kegiatan terlampir)
Lampiran 2

Anggaran Biaya

I. Uang Keluar
1. Biaya administrasi Rp 50.000
2. Perlengkapan Rp 100.000
3. Akomodasi:
a. Makan
-makan malam dan makan siang
- sarapan pagi
- panitia 30 orang
- harga nasi Rp 10.000

Makan:
(30 x 10.000) x 2 = 600.000
Sarapan : 30 x 5.000 = 150.000
------------
Biaya makan ……… Rp 750.000
b. Minum 200.000
c. Snack : - pembukaan acara : 25 porsi
- penutupan acara : 25 porsi
Biaya snack : 50 x 3.000 150.000

4. Dokumentasi 100.000
5. Hadiah
I Rp250.000
II Rp150.000
III Rp100.000
IV Rp 50.000
V Rp 30.000
VI Rp 20.000
Tropi Rp200.000
Sertifikat Rp150.000
Biaya hadiah Rp 950.000
6. Honor juri 2 orang @Rp250.000 Rp 500.000
7. Dekorasi Rp 200.000
---------------------

Total biaya Rp3.000.000,00
=============










Lampiran 3

SUSUNAN PANITIA PERKEMAHAN MUTIARA I

Penasihat : Kepala SMA IT Mutiara
Wakil Kepala Bidang Kurikulum SMA IT Mutiara
Wakil Kepala Bidang Sarana SMA IT Mutiara


Penanggung Jawab : Wakil Kepala Bidang Kesiswaan SMA IT Mutiara
Koordinator Pelaksana : Yudi Hendra, S.Pd.
M. Zahid Alqodri, S.Ag.
Ketua : Abudrrahman Budi Arif
Wakil Ketua 1 : Mulyadi
Wakil Ketua 2 : Firma Juwita

Bendahara I : Yulia Vetri,S.Pd.
Bendahara II : Fitra
Sekretaris : Genesa Agnes Melazt

Seksi Lomba : Mulyadi
Rio Syahputra
Efri Dian Kusuma
Padri Akbar
Sugiarto
Fauzan Hamdani
Latifah Karomah
Firma Juwita
Tengku
Diva Ayu
Anjani

Seksi Acara Pentas Seni : Genesa Agnes
Irma Suryani
Hasanatun
Muhyidin Salim
Crisna Alhafiz
Nanda Trihadi

Seksi Bazar : Maizalena,SH.
Suci Mayasari
Fitra
Maya Indah S.
Lana Novira Y.
Fauzan Harinorki













Lampiran 4


JADWAL KEGIATAN PERKEMAHAN MUTIARA I

NO. HARI,TGL. WAKTU KEGIATAN TEMPAT KETERANGAN
1. Sabtu,
7 Maret 2009 14.00 Peserta berada di lokasi perkemahan dan melakukan daftar ulang di sekretariat panitia YPIT Mutiara
14.00—15.30 Peserta mempersiapkan lokasi perkemahan masing-masing Sesuai lokasi yang telah ditentukan
15.30—16.00 Solat asar Masjid Nurul Ilmi Solat berjamaah diikuti semua peserta perkemahan
16.00—17.30 Upacara pembukaan kegiatan Lapangan voli dekat gerbang YPIT Mutiara
17.30—18.30 Mandi, bersiap untuk solat
magrib
18.30—19.00 Solat magrib Masjid Nurul Ilmi Solat berjamaah diikuti semua peserta perkemahan
19.00—19.30 Makan malam
19.30—20.00 Solat isya Masjid Nurul Ilmi Solat berjamaah diikuti semua peserta perkemahan
20.00—22.00 Pentas seni Aula (Masjid Nurul Ilmi lantai 1 ) Dihadiri semua peserta perkemahan
22.00—03.30 Tidur
03.30—04.30 Qiyamullail Masjid Nurul Ilmi Diikuti semua peserta perkemahan
2. Minggu,
8 Maret 2009 04.30—05.30 solat subuh Masjid Nurul Ilmi Solat berjamaah diikuti semua peserta perkemahan
06.00—06.30 Senam/olahraga Lapangan voli dekat gerbang YPIT Mutiara
06.30—07.30 Mandi, sarapan
07.30—12.00 Lomba bidang kepramukaan (tempat diinformasikan kemudian)
12.00—13.30 Istirahat, solat, makan Masjid Nurul Ilmi Solat berjamaah diikuti semua peserta perkemahan
13.30—15.30 Lanjutan lomba
15.30—16.00 Solat asar Masjid Nurul Ilmi Solat berjamaah diikuti semua peserta perkemahan
16.00—17.30 Penutupan acara dan pengumuman pemenang Lapangan voli dekat gerbang YPIT Mutiara
17.30 Sayonara

Anjing

Anjing

”Anjing! Angkat tu! Bermenung saja kerjamu!”
Pendek, kecil, hitam. Umur sudah menjelang tua. Ketuaan umur makin mematangkan kebusukan lidahnya. Kata kasar dan carut tiap sebentar keluar dari mulutnya. Itulah bosku. Pemborong kami menyebutnya. Ia yang memimpin proyek renovasi rumah mewah, bertingkat, dan amat luas ini.
Aku bukan anjing. Aku tahu pasti. Tapi, aku mulai biasa dengan kata itu. Aku jadi sering memikirkan persamaan.
Mati anjing. Begitu orang kampungku mengumpat dan mengutuk orang yang dibencinya. Banyak anjing mati tergeletak di mana-mana. Orang tidak mau tahu. Malah jijik. Muntah.
Anjing dilahirkan untuk dikutuk.
Orang kampungku akan heran dengan anjing Tuan Besar yang rumahnya sedang aku renovasi. Anjing Tuan ini lebih gagah daripada semua orang kampungku. Bulunya berkilau, berjumbai indah. Badannya besar, tegap, tinggi perkasa. Makannya, seporsi makanan anjing ini setara dengan sebulan makan orang kampungku. Kalau orang kampungku kenal dengan anjing Tuan ini, mereka tidak akan pernah mengutuk anjing lagi. Mungkin.
Orang kampungku, termasuk keluargaku, turun-temurun jadi kuli. Itulah kepandaian kami. Kasar, panas, dan carut-marut dunia kami.
*
”Sudahlah, Di. Sekolah saja dulu. Biar Mak yang cari uang.”
Mak memandangku dengan mata penuh kasihan dan sayang. Aku lebih kasihan lagi pada Mak. Membesarkan lima orang anak sendirian bukan pekerjaan mudah. Aku ingin membantu meringankan beban Mak. Separuh hari sekolah, separuh hari berkuli. Kalau libur, sepanjang hari aku berkuli.
Aku ingin membahagiakan Mak. Itu citaku.
”Biarlah Adi belajar tentang pahitnya hidup, Mak. Mungkin berguna nanti.”
”Tapi Mak kasihan. Pulang kerja kamu terkapar keletihan. Lagian, nanti belajarmu terganggu.”
”Percayalah pada Adi, Mak. Adi tidak akan mengecewakan Mak. Insyaallah.”
Mak diam. Itu kalimat pamungkasku. Suara hatiku yang paling dalam. Mak selalu terdiam kalau mendengar kalimat itu.
*
Mimpi memelukku.
Dalam mimpiku.
Puluhan, ratusan anjing mengejarku. Aku terkepung. Tubuhku dikoyak-koyak. Sakit tiada terperi. Biji mataku yang belum ditelan anjing, melihat si Tuan Besar tersenyum sambil mengelus anjing-anjingnya.
*
”Saudara-saudara harus ikut mendukung program pemerintah untuk kemajuan bangsa kita. Mari kita berkorban demi jayanya negeri tercinta ini. Pengorbanan Saudara-saudara hanyalah dengan pindah dari tempat ini. Pihak penyelenggara proyek telah menyediakan tempat yang lebih baik dan ganti rugi yang sepadan. Kalau proyek ini telah rampung kelak, Saudara-saudara pun akan ikut menikmati hasilnya!”
Dada warga gemuruh. Mata mereka memancarkan api.
” Saudara-saudara! Ini peringatan kami untuk ketiga kalinya. Segera pergi dari tanah ini. Ini adalah peringatan terakhir dari kami. Jangan salahkan kami bila melakukannya dengan paksaan!”
Pria berjas berdasi itu bicara dengan lantang, gagah, dan jelas. Angin siang mempermainkan jas dan rambut lurusnya. Ia kelihatan makin gagah. Mirip lakon di film-film.
Kampung kami akan digusur. Pemerintah melakukannya untuk suatu proyek besar. Kami, para kuli, diminta berkorban demi kejayaan bangsa ini.
Orang-orang kampungku terpana. Mata mereka merah. Bara duka dan amarah. Mengapa harus kami yang dituntut berkorban. Mengapa tanah kami yang harus dikorbankan. Tidak cukupkah kesusahan dan kesempitan hidup turun-temurun yang kami alami sebagai pengorbanan?!
Tanah ini bertabur sejarah dan kenangan. Tanah leluhur. Banyak cerita yang harus kami pelihara di tanah ini.
Kami dijanjikan segala kemulukan. Uang ganti rugi yang besar dan lokasi yang strategis. Semua omong kosong. Proses ganti rugi amat rumit dan berbelit. Yang kami terima jauh dari gambaran. Tampang-tampang koruptor ulung memenuhi bagian ganti rugi. Lokasi baru jauh dari keramaian. Kami diberi hutan. Kami jadi orang hutan.
Semua orang kampungku menolak mentah-mentah. Tapi kekuatan kami hanya ada di hati dan keluar lewat air mata.

*
Mak Asih terus menangis. Idam, anaknya, hilang tak tentu rimba. Idam sang provokator. Ia lawan yang tangguh bagi penyelenggara proyek. Berani, dan didukung penuh masyarakat. Idam mengangkat masalah ini ke mana-mana. Karena usaha Idam, masalah kampung kami masuk koran dan televisi. Tak mengubah apa-apa memang. Tapi, kami mengahargai usahanya.
Tiba-tiba Idam hilang.
Idam temanku sesama kuli. Anak yang pintar, yang tumbang oleh belenggu nasib. Berhenti sekolah karena pilihan sendiri. Hidup ibu dan adik-adiknya bergantung di pundaknya.
*
Warga terpekik.
Adun tiba-tiba melompat ke roda traktor. Langsung roda traktor melumat tubuh kerempengnya. Adun jadi peyek. Berderak-derik tulang Adun. Mencipta irama unik dari dominannya suara mesin traktor.
Mak Adun melolong. Panjang. Lebih mirip terompet kematian daripada tangis. Keluarga Adun meradang. Laki-perempuan menerjang, menyerbu sopir traktor. Sopir jadi kambing, warna gagak.
Banjir darah.
Minyak terpantik api.
Polisi Pamong Praja menyerbu keluarga Adun yang sedang menghakimi sopir.
Mak Adun melolong lagi. Penuh benci, marah, dendam, dan panggilan. Menyayat, menggetarkan warga kampung.
Banjir darah.
Minyak terpantik api.
Dendam-amarah bersatu. Akal hilang terbang. Warga berlari, berpacu. Terbelintang patah, berbujur putus. Tak ajal berpantang mati. Biar berkubur bersama rumah, kenangan, dan pesan para leluhur di tanah pusaka.
Anggota polisi yang hanya beberapa orang salah tingkah. Mereka menembak ke langit berkali-kali. Pelurunya mengenai Malaikat Maut yang sedang sibuk. Belum masanya Malaikat Maut mencabut nyawanya sendiri.
Banjir darah.
Adun mati sebagai pahlawan, pelopor. Adun, si pemuda kurang waras, husnul khotimah. Ia menuai hasil dari kerjanya selama ini. Kerja Adun sepanjang hari memunguti sampah keliling kampung. Adun memunguti apa saja yang berserakan, membawanya ke pondok yang khusus dibuatkan untuknya. Semua menyenangi Adun. Kampung bersih oleh Adun.

*

Sepuluh tahun berlalu.
Nafasku terengah-engah. Rasa mau putus. Anjing sialan! Sepuluh ekor anjing mengejarku. Kalau cuma satu, aku tak akan lari. Aku bisa menggigit urat leher dan menarik lidah panjangnya keluar.
Aku mencoba memulung di sana, di kompleks perumahan Puri Nirwana, perumahan warga kelas atas. Elite. Lacur, baru saja mendekati gerbang, gerombolan anjing sialan itu langsung mengejarku. Aku lari pontang-panting.
Aku duduk di sini, di bawah akasia tua rimbun. Angin siang menerpa tubuh kurusku. Lembut. Pesan cinta dari Malaikat Rahmat dibisikkannya dengan berpuisi.


Insan
Tak ada kemalangan
Telah tertulis di sebuah kitab
Jalani dengan senyuman

Itu. Di sana. Di depanku. Puri Nirwana namanya kini. Tempat berkubur keluarga, sanak, handai tolanku. Nama yang indah. Rumah surga. Nama yang sesuai. Aku yakin keluargaku dan orang kampungku sedang di sana, reuni. Di taman surga.
Anjing-anjing itu tak mengejarku lagi. Mereka memandangiku dari jauh. Tinggi, tegap, bulu berjumbai-jumbai mengkilap diterpa matahari.
Anjing-anjing yang gagah.

***

















Penulis :
Yudi Hendra, S.Pd.
Guru Bahasa dan Sastra Indonesia SMA IT Mutiara Duri
Kompleks PT CPI (Chevron Pacifik Indonesia) Sebanga, Duri
Riau
Kode Pos : 28884
Telp. (0765) 9932292

Jurang Perdamaian

Jurang Perdamaian

Peperangan memang mesti ada. Peperangan untuk memusnahkan. Sifat dunia dan isinya adalah kemusnahan. Yang dulu ada, sekarang sudah tidak ada. Yang dulu berseri, sekarang layu. Yang dulu hidup, sekarang mati.
Peperangan akan dimulai. Tinggal menunggu hari. Peperangan terbesar antara suku Manik dengan suku Andalo. Kedua suku ini telah lama bunuh-membunuh. Seakan mereka terlahir untuk saling menghancurkan. Seakan mereka telah dikutuk oleh roh nenek moyang. Kutukan yang tak hilang-hilang. Mungkin hingga mereka sendiri yang hilang dari muka bumi ini.
“Siaga…!” Komandan pasukan suku Manik menyiapkan pasukannya. Mereka sedang latihan perang-perangan. Suku Manik telah menanggung kekalahan dalam dua peperangan terakhir. Mereka terpaksa melarikan diri ke tempat yang lebih jauh. Semua harta benda, hewan ternak, bahkan sebagian perempuan dan anak-anak mereka ditawan suku Andalo. Peperangan kali ini adalah pembalasan. Mereka harus menang. Apa pun yang terjadi.
Komandan pasukan Manik adalah seorang pemuda belia bernama Sanggu. Badannya tegap perkasa, tangkas, dan mempunyai ilmu beladiri yang mumpuni. Kemudaan usianya akan menipu orang yang tak berpengalaman. Apa yang ada pada dirinya jauh lebih tua dari usianya. Ia mempunyai pengalaman segudang tentang peperangan. Ia telah menyaksikan peperangan sejak ia membuka matanya ketika keluar dari perut ibunya. Ia telah mengikuti peperangan sejak berusia dua belas tahun. Tubuhnya yang perkasa adalah binaan pengalaman nyata: pertarungan antara hidup dan mati.
Sanggu orang terbaik yang dimiliki suku Manik saat ini. Kecerdasan dan ketajaman pikirannya jelas tergambar dari sorot cahaya matanya. Tak ada anggota pasukannya, tua atau muda, yang berani menantang sorot matanya. Sanggu benar-benar menguasai pasukannya luar dalam.
”Saudara-saudaraku, ini saatnya. Kita harus membalas kekalahan kita. Rebut kembali anak dan istri kita. Kalian semua adalah laki-laki perkasa. Kita tidak akan kembali kalau kalah. Menang atau mati! Itu pilihan kita. Biarlah kita musnah daripada kalah untuk ketiga kalinya!”
Sanggu berpidato dengan berapi-api. Pasukannya menanggapinya dengan gegap gempita. Suara mereka membahana memenuhi lembah di kaki Gunung Manjika.
”Habuo…!” teriak Sanggu.
”Habuo…!” balas pasukannya serentak.
Mereka sedang meneriakkan kata-kata sakti warisan nenek moyang mereka. Mereka sedang mengasah semangat. Dada mereka menggelegak. Habuo yel-yel mereka. Habuo sebenarnya sebuah legenda. Habuo adalah nama ketua suku mereka seratus tahun yang lalu, yang membukukan sepuluh kali kemenangan suku Manik terhadap suku Andalo. Sepuluh kemenangan yang sambung- menyambung. Mereka memuja Habuo. Mereka selalu mengulang-ulang kisah peperangan Habuo kepada anak-cucu mereka. Mereka merindukan munculnya Habuo baru. Adakah ia Sanggu?
Tiba-tiba semua diam. Seorang berperawakan tinggi besar datang mendekat ke arah mereka. Ia Bulele, sang kepala suku. Wajahnya keras, otot-ototnya kekar, umurnya sekitar empat puluhan.
Sanggu menghampiri Bulele.
”Bagaimana anakku. Pasukanmu siap untuk bertempur?” tanya Bulele kepada Sanggu.
”Siap, Ondo!” jawab Sanggu. Ondo panggilan kehormatan bagi kepala suku.
Bulele berjalan diiringi Sanggu. Tampak raut kepuasan di wajahnya menyaksikan pasukannya. Wibawa Bulele di depan warga sukunya tidak diragukan lagi. Warga sukunya akan berlomba melaksanakan segala perintah dan larangan Bulele. Hitam katanya, hitam kata mereka. Putih, putih pula kata mereka. Hobi Bulele adalah menaklukkan harimau dengan tangannya sendiri. Dalam setiap pertarungan dengan harimau, Bulele belum terkalahkan. Sudah tak terhitung harimau yang jadi korban belati pendeknya yang bernama Simaot.
Di kalangan suku Manik, menaklukkan harimau satu lawan satu adalah ujian pertama bagi calon panglima perang dan calon kepala suku. Seterusnya menjadi hobi wajib bagi mereka. Pertarungan mereka disaksikan langsung oleh semua anggota suku. Pertarungan dilaksanakan dalam sebuah kerangkeng kayu yang besar. Waktunya tepat tengah hari.
Sanggu, si Panglima, pernah menaklukkan dua ekor harimau sekaligus. Kemampuannya menimbulkan decak kagum semua orang. Bulele tak salah pilih.
“Habuo…!” teriak Bulele.
“Habuoo…!” teriak pasukannya.

*
Gadis manis itu merobohkan sepuluh orang laki-laki itu dengan waktu singkat. Para laki-laki itu tumbang terbanting ke berbagai arah. Ia lalu melangkah menuju seoarang laki-laki yang menyaksikan tak beberapa jauh. Tak ada ekspresi di wajah lelaki itu. Tapi sorot matanya jelas berseri-seri menandakan kesenangan.
”Hormat, Handa!” si gadis membungkukkan badannya.
”Satu ujian lagi, Nak,” kata si lelaki.
Si Lelaki adalah Bangkuro, kepala suku Andalo. Umurnya sudah lima puluhan. Badan tegap kuat. Suku Andalo memenangkan dua kali pertempuran berturut-turut di bawah komondonya. Bangkuro diberi julukan Raja Beruang, karena berkali-kali ia pernah berkelahi dengan beruang coklat yang ganas dan kuat. Ia selalu keluar sebagai pemenang, walaupun pernah suatu kali beruang hampir mengoyak-ngoyak tubuhnya. Bekas cakaran beruang memenuhi seluruh tubuhnya. Di leher Bangkuro melingkar kalung gigi saing beruang.
Bangkuro lelaki yang tampan. Jejak ketampanannya tampak jelas menutupi garis-garis ketuaannya. Ia sangat disayangi rakyatnya. Di balik kekerasan watak dan pembawaannya tersimpan hati yang sangat penyayang. Hutan di mana mereka bermukim sangat dijaga oleh Bangkuro dengan berbagai peraturan. Tidak ada yang boleh dirusak dan diganggu jika tidak dibutuhkan. Hewan buruan ditangkap sekedar untuk dimakan, bukan untuk kesenangan. Ia pun menggalakkan bercocok tanam kepada rakyatnya. Bukan hanya menggantungkan hidup kepada alam seperti yang selama ini mereka lakukan.
Bangkuro sendiri memberikan contoh terbaik. Ia mengolah tanah dengan tangannya. Ia bekerja keras memakmurkan lahannya. Hasilnya, ladangnya menghasilkan buah dan sayuran melimpah. Ia membagikan kepada siapa saja rakyatnya, baik yang meminta atau tidak. Contoh teladannya ini diikuti rakyatnya. Bangkuro juga mengembangkan cara mengawetkan makanan sehingga bisa digunakan pada masa musim paceklik atau kemarau, atau masa peperangan. Inilah salah satu dari kunci keberhasilan Bangkuro dalam dua peperangan sebelum ini. Tentaranya mendapatkan pasokan makanan yang cukup dan bergizi. Stamina mereka sangat siap untuk berperang.
Satu lagi perombakan yang dilakukan Bangkuro adalah segera menikahkan para pemuda dan pemudi yang telah cukup umur. Ia telah membuat sistem yang ditempati para tetua yang bijak yang memastikan tiap pemuda atau pemudi segera menemukan pasangannya. Semua hal berkenaan dengan pelaksanaan pernikahan dipermudah dan ditanggung semua rakyat dengan bergotong-royong. Yang seringkali terjadi adalah nikah massal. Pasangan muda yang siap nikah terkumpul dalam jumlah tertentu dan dinikahkan bersama-sama, dan acara pesta bersama. Pesta biasanya sangat meriah. Acara dibantu sepenuhnya semua anggota suku. Tak ada yang tidak berpartisipasi. Mereka membantu dengan tenaga dan bahan makanan. Kecil-besar, tua-muda, laki-perempuan turun tangan. Sungguh kompak dan meriah.
Dengan cara ini Bangkuro dengan cepat memiliki tentara-tentara baru yang banyak dan kuat. Andalo mendulang kejayaanya dalam masa Bangkuro.
Gadis manis yang memanggilnya Handa adalah putri semata wayangnya. Handa adalah panggilan kehormatan kepala suku Andalo. Keluarganya juga harus memanggilnya handa, terutama jika di luar rumah (kemah). Gadis itu bernama Mutiara. Kecantikannya perpaduan ketampanan ayahnya dan kecantikan ibunya. Semua pemuda suku Andalo pasti mau melakukan apa saja asal bisa mempersunting Mutiara. Kecantikannya sungguh alami, menyatu dengan alam yang selama ini membesarkan dan mengasuh suku Andalo.
Mutiara bukan gadis sembarangan. Ia calon panglima perang pasukan Andalo. Ia sanggup mengalahkan semua pesaingnya yang semuanya pria dalam pemilihan panglima perang. Ia sungguh tangkas dan tangguh. Ia dipilih karena kemampuannya, bukan karena ia anak kepala suku. Bangkuro sungguh bangga walaupun itu tak tampak dari lahirnya. Ia menyimpan rapat dalam hati. Ia harus mennjaga perasaan semua rakyatnya, sekecil apa pun. Ia sangat sadar, tak akan ada kemenangan tanpa kesatuan. Tak akan menang bangsa yang dipimpin oleh orang yang tidak mereka cintai. Cinta itu tumbuh secara alami. Ia tidak dipaksa. Ia datang sendirinya ke dalam hati. Cinta kepada pemimpin lahir karena keikhlasan dan pengorbanan sang pemimpin terhadap rakyatnya.
Hari ini Mutiara baru saja menyelesaikan ujian. Ia harus mengalahkan sepuluh jawara tangguh berpengalaman dari pasukannya. Mutiara menyelesaikan ujian dengan sangat baik. Esok ia akan menghadapi ujian akhir. Ia akan diadu dengan seekor beruang coklat. Kekuatan seekor beruang coklat melebihi kekuatan sepuluh orang laki-laki dewasa kuat perkasa. Kelebihan lainnya, beruang sangat tahan dengan pukulan, dan cakarannya dapat menumbangkan sebatang pohon besar sekali pukul.
Mutiara tak boleh gagal. Gagal berarti ia tidak pantas menjadi panglima perang pasukan Andalo.
*
Hari ditunggu tiba. Seekor beruang coklat yang ganas telah berada dalam kerangkeng kayu kuat. Mutiara bersiap masuk ke dalam kerangkeng. Bangkuro telah mengangguk memberi persetujuan. Hari ini hari bersejarah bagi tiap orang di suku Andalo. Bagi Bangkuro, kekalahan berarti ia akan kehilangan anak semata wayang yang ia sayangi dengan cara sangat mengenaskan. Bagi warga suku Andalo, inilah untuk pertama kalinya dalam sejarah mereka, mereka akan memiliki seorang panglima perang perempuan. Bagi Mutiara sendiri, ia harus menang untuk kebahahagiaan semua orang yang dicintainya.
Beruang menunggu gelisah. Ia tak sabar lagi menunggu cewek cantik yang akan dipermainkannya. Mutiara masuk. Begitu kerangkeng ditutup, beruang langsung melompat ganas. Sekali lompat ia sudah melayang akan mencabik-cabik tubuh Mutiara. Mutiara harus melakukan sesuatu atau benak kepalanya akan jadi menu siang favorit si beruang.
Mutiara hanya melangkah selangkah ke kanan, lalu memiringkan badannya sejajar dengan posisi jatuhnya beruang. Beruang jatuh pas tepat di depan Mutiara. Begitu beruang menjejakkan kakinya di tanah, dengan cepat Mutiara melompat tinggi menancapkan belati Bomi pemberian ayahnya ke kepala bagian atas beruang. Belati menembus tengkorak dan mencabik otak si beruang.
Mutiara mundur ke sudut kerangkeng. Ia menunggu reaksi si beruang. Beruang menjadi gila. Ia menghantam ke sana ke mari tanpa arah. Syaraf kesadarannya putus. Ia mati menggelepar.
Semudah itu?! Orang tak percaya. Mereka melongo. Semudah itu?! Tak terbayangkan. Para panglima tangguh sebelumnya mengalahkan beruang dengan taruhan nyawa mereka sendiri. Butuh waktu, tenaga, dan banjir darah. Tapi, Mutiara menyelesaikannya dengan sekali pukulan saja. Luar biasa.
Mutiara mewarisi kebuasan kaumnya. Mereka mencari kesenangan dalam hal tak biasa. Kesenangan mereka, mereka anggap lebih penting daripada hak hidup si beruang. Tak ada yang mengajari Mutiara tentang hal ini. Kebanggaan dan angan-angannya telah menutupi mata hatinya betapa beruang itu kesakitan dan menderita untuk sesuatu yang tiada berguna. Beruang itu tidak lebih buas dari si Mutiara yang cantik berkilau.
*

Hari ini Gunung Manjika jadi saksi. Dua pasukan telah siap untuk saling memusnahkan. Dada mereka dipenuhi api berkobar-kobar. Pepohonan dan rerumputan jadi penonton terpaksa. Pohon dan rumput tak punya pilihan lain. Andai mereka bisa mengelak dari menyaksikan peristiwa hari ini, tentu mereka akan mengelak sejauh-jauhnya.
Aba-aba peperangan, terompet malaikat maut telah ditiup. Ribuan manusia berpacu dengan pedang terhunus. Mereka berlomba mengejar kematian. Peperangan, di mana pun ia, hanya berbuah kepahitan dan kemusnahan. Tak bisakah peperangan itu tak pernah ada. Peperangan wujud dari potensi manusia itu sendiri. Manusia tak menghendakinya, namun ia terus menggelegak untuk menampakkan eksistensi dirinya.
Lembah Gunung Manjika dipenuhi manusia tak bernyawa. Sia-sia, itu yang tepat untuk mereka. Untuk apa mereka mati? Untuk kebenaran, keadilan, atau kesejahteraan? Tidak! Mereka mati untuk sekedar gengsi, harga diri yang dibuat-buat.
Peperangan berkobar dengan hebat. Kekuatan kedua suku tampak berimbang. Tapi, di suatu tempat, dua pasang mata menyaksikan pemandangan itu dengan kesedihan. Banjir darah membuat banjir air mata mereka. Telah lama bergolak di hati mereka keinginan untuk mempersatukan kedua suku, untuk menciptakan perdamaian. Alangkah indah perdamaian itu. Mereka hidup berdampingan, saling membantu, saling menghormati, dan bertukar apa saja untuk keebaikan bersama. Betapa indah mimpi mereka. Tapi itu mimpi. Hari ini kedua mata mereka yang nyala, tidak tidur, melihat kenyataan yang terbalik dari mimpi mereka.
Di sana ada ayah mereka, kakak mereka, sepupu, dan saudara mereka yang lain. Mereka sedang meregang nyawa atau membuat dosa teramat besar: pembunuhan tak beralasan.
Mereka adalah Bensa dan Yuri. Bensa pemuda warga suku Manik, Yuri pemudi suku Andalo. Kesamaan cita-cita telah mempertemukan mereka. Cinta telah terjalin antara mereka. Mereka juga telah berjanji baru akan menikah jika cita-cita mereka tercapai. Entah kapan.
Ide perdamaian telah lama terbetik di pikiran Bensa. Ia selalu memikirkan cara bagaimana perdamaian itu bisa terwujud. Ia merasa seorang diri. Ia pun bukan apa-apa di kalangan sukunya. Ia hanya seorang anggota suku biasa. Ia menyadari betapa berat tantangan yang akan ia hadapi. Ia berpikir mungkin saja ide perdamaian ini juga muncul pada salah seorang dari suku Andalo. Mungkin saja. Maka dengan gigih dan dengan penyelidikan yang hati-hati akhirnya ia tahu bahwa Yuri juga mempunyai ide yang sama. Mereka lalu menjalin komunikasi rahasia, sangat rahasia. Sangat berat risiko yang akan mereka hadapi jika sampai ketahuan oleh anggota suku masing-masing kalau mereka menjalin hubungan baik. Permusuhan antara Manik dan Andalo adalah beban sejarah, dendam kesumat, gengsi, dan kehormatan. Tak akan berhenti sebelum salah satu di antara mereka musnah. Demikian keyakinan yang bercokol di kepala manusia kedua suku.
Bensa memberi aba-aba. Serentak meraka berdua berlari cepat ke arena pertempuran. Pertempuran telah mereda. Korban bergelimpangan memenuhi lembah yang lapang itu. Apa yang dilakukan Bensa dan Yuri? Mereka memberikan pertolongan sebisanya kepada para korban yang masih hidup. Mereka menolong tanpa pandang suku. Semua yang masih bernafas mereka beri pertolongan sebisanya, dengan harapan bisa menyelamatkan nyawa mereka menjelang anggota suku mengambil korban dari pihak masing-masing.
Mereka bekerja keras. Para korban merasa heran dalam hati mereka. Tapi mereka terlalu payah untuk bisa berpikir. Yang jelas mereka senang ada orang yang memberikan bantuan dengan cepat dan tepat.
Bensa dan Yuri berpacu dengan waktu dan tenaga mereka sendiri. Mereka berusaha menuntaskan kerja ini dengan baik dan cepat. Apa yang mereka lakukan saat ini adalah langkah awal yang amat berani. Mereka berharap bisa menanam saham kebaikan kepada siapa saja di kedua suku. Ini akan membantu pencapaian harapan besar mereka. Mereka yakin.
*
”Yuri anakku, beri tahu kami alasanmu atas apa yang telah kamu lakukan dalam peperangan kemarin?” Bangkuro berkata lembut tapi tegas. Ditatapnya Yuri dengan tenang. Berita tentang apa yang dilakukan Yuri bersama seorang pemuda setelah peperangan telah sampai kepadanya. Ia heran dan penuh tanda tanya. Ia antara setuju dan tidak. Setuju kalau hal itu dilakukan hanya untuk anggota sukunya. Tapi, saat itu Yuri tidak hanya menolong orang suku Andalo. Musuh mereka suku Manik juga diperlakukan sama.
Ia tidak bisa kasar karena selain ia juga seorang yang lembut, yang dihadapinya adalah seorang gadis tanggung usia lima belas tahun. Lagi pula apa yang dilakukan Yuri sebenarnya baik.
”Handa yang mulia, para tetua suku yang terhormat, mengapa kita harus saling bunuh. Tak bisakah permusuhan dan pembunuhan ini dihentikan! Apa sebenarnya yang kita ingin dapatkan dari peperangan demi peperangan yang panjang ini? Apa?!”
Semua anggota sidang terdiam. Yuri terlalu berani. Tapi mereka lihat Bangkuro hanya diam. Mereka tak berani mendahului Bangkuro.
”Tak pernahkah terpikir oleh kita untuk hidup bersama secara damai? Hati saya menangis betapa melihat mayat bergelimpangan tanpa guna? Untuk apa kematian mereka?”
”Ayahku, saudaraku, ayah kita dan saudara kita mati. Berapa banyak lagi yang mesti binasa? Untuk apa? Jawab Bangkuro!?”
Para tetua suku dan anggota sidang tampak sangat marah dengan kelancangan Yuri. Siapa dia, begitu berani mengucapkan kata-kata tantangan yang kurang ajar. Mereka tak tahan, tapi kewibawaan Bangkuro menahan mereka.
Bangkuro terdiam di singgasananya. Ia pemimpin yang bijak. Semua mencintai dia karena kebijaksanaan dan sifat pengorbanannya yang amat menonjol. Bangkuro bukan manusia haus darah. Ia memang beda dari para ketua suku sebelumnya. Ia jauh lebih maju dari keprimitifan tempat ia hidup. Apa yang dikatakan Yuri benar. Ia sendiri telah lama memikirkan tentang hal tersebut. Perdamaian. Kata itu demikian mengganggunya sekian lama. Ia megangankan dan menginginkannya. Ia ingin menuju ke sana. Tapi, jalan belum tampak.
”Bangkuro bertanya tentang apa yang aku lakukan. Aku melakukan sesuatu yang menuju ke arah cita-citaku, yaitu aku ingin perdamaian. Aku mencita-citakan perdamaian akan terwujud antara kita dan mereka. Aku yakin apa yang aku lakukan akan berarti, sekecil apa pun itu. Itulah alasanku berbuat seperti yang kemarin.”
Yuri diam. Ia sudah pasrah terhadap apa yang akan terjadi. Ini kesempatan yang ia tunggu-tunggu untuk menyampaikan apa yang selama ini memenuhi jiwanya. Orang Andalo tak takut mati. Bagi mereka kematian adalah hal biasa saja. Kalaupun nanti ia dihukum mati, Yuri telah siap. Ia bahkan bahagia. Ia mati demi cita-cita. Mati demi cita-cita adalah kematian terindah seorang manusia. Mati karena kesenangan nafsu adalah kematian para binatang.
Sidang hening. Dada anggota sidang bergemuruh. Sulit bagi mereka mencerna apa yang disampaikan Yuri. Berdamai dengan musuh mereka. Menghentikan dendam kesumat? Mana mungkin? Arwah para leluhur yang telah mati di peperangan akan menyumpahi mereka. Salah satu harus musnah, itu prinsip mereka.
Bangkuro terdiam di kursinya. Tampak wajahnya mengerut karena berpikir keras. Ia memahami apa yang disampaikan Yuri. Ia malah bangga dengan Yuri, seorang pemudi Andalo yang luhur dan pemberani. Hatinya jadi teriris karena ingat akan putri semata wayangnya, Mutiara, yang mati di medan perang kemarin.
”Pulanglah, anakku!” kata Bangkuro.
Yuri menghormat lalu pergi.
”Bicaralah, Paman Dato,” kata Bangkuro kepada Penasihatnya yang bijak bestari.
”Baik, Handa,” kata Dato.
Dato diam. Ia pun merasa berat akan apa yang akan ia sampaikan. Akankah menuruti suara hati nurani atau menuruti kemauan rakyatnya. Ia telah tua. Umurnya telah mencapai delapan puluh tahun. Telah banyak asam garam hidup ini yang telah dirasanya. Ia telah merenungi hidup ini sepanjang ia mulai berpikir. Apa, ke mana, dan untuk apa hidup manusia di muka bumi ini?
”Handa dan anggota sidang yang mulia, Yuri benar. Sudah tiba saatnya bagi kita untuk meninggalkan kebiadaban. Sudah tiba saatnya untuk kita maju sejajar dengan bangsa-bangsa yang beradab. Aku telah lama hidup dan banyak melihat kehidupan beragam manusia. Sudah sepanjang hidupku keinginan ini aku pendam. Aku telah dekat untuk mati. Aku ingin memberi wasiat bahwa perdamaian memang lebih baik. Aku lihat, masa ini adalah masa yang tepat.
Dengan berhentinya peperangan akan ada kesempatan bagi generasi Andalo untuk maju. Kita kirim para pemuda kita untuk belajar ke dunia luar. Sungguh, manusia di luar sana telah mencapai kemajuan yang luar biasa. Tidak berapa lama, era baru suku Andalo akan datang. Tapi, kalau kita tetap berperang, hal ini jadi tidak mungkin. Semua potensi kita telah habis untuk berperang.”
Udara sidang makin panas. Mereka tak menyangka Dato akan berbicara seperti itu. Hampir saja sidang banjir darah. Pertengkaran antara segelintir orang yang mendukung Dato dan Yuri melawan mereka yang dominan menentang. Kewibawaan Bangkuro jua yang membuat mereka mampu menahan diri. Akhirnya sidang dihentikan, dilanjutkan beberapa hari lagi menunggu aba-aba dari ketua suku.
*
”Apa?! Penggal kepalanya sekarang juga. Kirim kepala itu ke Andalo dan pancangkan tubuhnya di tengah lapang!”
Bulele berteriak lantang. Matanya menyala-nyala api dendam.
Utusan Andalo itu dipancung tanpa salah dan tanpa ditanya apa maksudnya. Bulele telah melakukan kekejian dan melanggar pantangan. Tak boleh utusan dibunuh. Kebencian telah menjadikan ia gila.
”Kau lihat Bensa. Tidak akan pernah ada perdamaian. Sekarang kau harus mempertanggungjawabkan perbuatanmu. Kau telah berkhianat. Bukannya ikut berperang, kau malah menolong orang Andalo yang telah membunuh orang tua dan saudaramu. Kau katakan demi omong kosong yang bernama perdamaian. Kau sebenarnya pengkhianat! Kau tahu hukuman untuk pengkhianat?!”
Suara Bulele memenuhi ruang pertemuan suku Manik. Kekalahan yang baru saja dideritanya kembali makin membuat ia gelap mata. Utusan suku Andalo yang sebenarnya membawa pesan perdamian dari Bangkuro langsung dibunuhnya dan kepalanya dikirim kepada Bangkuro seakan menantang perang. Bensa didudukkan sebagai pesakitan yang akan menunggu keputusannya karena ulahnya bersama seorang suku Andalo dalam peperangan yang lalu.
Semua sudah tahu apa hukuman yang akan diberikan kepada Bensa, hukuman untuk para pengkhianat. Hukuman yang amat berat.
Bensa tak berbicara sepatah kata pun. Kepalanya tegak. Ia tak menyesali kematiannya. Darahnya akan menyirami bibit-bibit baru. Matinya tak sama dengan mereka. Ia mati dalam kebenaran. Darah para pembela kebenaran akan melahirkan para pembela kebenaran yang lebih banyak. Kebenaran memang selalu minta korban. Pengorbanan akan selalu diminta kepada pembela kebenaran. Pembela kebenaran tak pernah takut mati. Kematian sesuatu yang telah ditentukan. Membela kebenaran bukan penyebab kematian. Mati itu datang karena ia memang sudah harus datang.
”Besok kau akan menerima hukumanmu!” Bulele menatap Bensa tajam. ”Ada yang hendak kau katakan? Bicaralah!”
”Aku bukan pengkhianat, Ondo. Aku mencintai bangsaku. Kecintaan kepada bangsakulah yang mendorongku untuk mencitakan perdamaian. Ondo boleh membunuhku seribu kali, tapi aku tidak akan pernah mati. Kebenaran takkan pernah mati.” Bensa berbicara dengan tenang dan jelas.
Hadirin terdiam.
*
Seorang datang membawa tali untuk mengikat tubuh Bensa, tapi Bensa menolaknya.
”Tak usah diikat. Dan mataku juga tak usah ditutup.”
Bensa berdiri di pinggir jurang yang teramat dalam. Tebing tempat ia berdiri adalah salah satu puncak tertinggi dari Gunung Manjika. Angin meniup rambutnya yang panjang. Semua warga suku Manik menyaksikan. Keluarga Bensa tak bisa berbuat apa-apa. Kesedihan merasup hingga tulang sum-sum mereka.
Bensa berhadapan dengan regu pemanah ulung. Ada empat pemanah. Jidat, leher, ulu hati, dan perutnya akan ditembus anak panah dalam jarak sepuluh meter.
Bensa berdiri gagah. Matanya dibukanya lebar-lebar. Regu pemanah itu ditatapnya. Tak tampak kesedihan dan rasa takut. Wajahnya tenang. Ia telah melihat para bidadari melambaikan tangan kepadanya. Para bidadari itu tersenyum. Mata mereka memancarkan api kerinduan.
Aba-aba terdengar. Empat anak panah melesat membelah angin. Bensa menarik nafas. Ia tersenyum. Para bidadari itu menyatakan cinta kepadanya. Bensa juga jatuh cinta. Panah-panah cinta menembus tubuhnya. Tubuhnya melayang. Ia merasakan keindahan luar biasa.
Andai mereka tahu.
Jurang itu juga tersenyum kepadanya. Senyum seorang ibu yang tulus. Sang ibu menanti ia dengan tangan terbuka, siap memeluknya. Ternyata kaumnya mengantarnya kepada lautan cinta tiada bertepi.
Andai mereka tahu.


***

Selasa, 03 Februari 2009

Mencipta Anak Soleh

Semua orang tua menginginkan anak yang soleh. Bagaimana mewujudkan anak yang soleh? Ini masalah besarnya. semua orang tua menginginkan anak yang soleh, tetapi tidak semua yang berusaha untuk bagaimana anak soleh ia dapatkan. Keinginan tanpa usaha adalah sesuatu yang sia-sia.
Dari mana mesti dimulai untuk memperoleh anak soleh ini. Ternyata apa pun perubahan yang hendak kita lakukan dimulai dari diri kita sendiri. Mulailah dari dirimu sendiri. Jadikanlah dirimu seorang pribadi yang soleh. Jadikanlah dirimu seorang ayah yang soleh. Jadikanlah dirimu seorang yang pantas ditiru/dicoantoh oleh anak-anakmu.
Manatah mungkin mendapat anak soleh sedang kita, orang tua, bukan seorang yang soleh. Apa yang akan dicontoh oleh anak-anak kita. Yang banyak pada kita adalah keinginan, sedang kesungguhan untuk mewujudkan keinginan itu sangat kurang. Sifat setengah-setengah terus membayang kuat di tiap perbuatan kita.
Kunci pertama mencipta anak soleh adalah adanya keinginan untuk mencipta anak soleh itu. Langkah kedua, berusah dengan sungguh-sungguh mewujudkan keinginan tadi.
Mulailah melangkah. Mulailah sekarang, hari ini, jam ini, detik ini. Allah akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang menginkan jalan-Nya.
Teruslah motivasi diri Anda. Teruslah ingatkan diri anda akan keinginan Anda untuk mendapatkan anak yang soleh. Caranya di antaranya dengan mengajak orang lain untuk punya keinginan yang sama. Berbagilah dengan orang lain dengan harapan semoga ia mendapatkan pula keberuntungan seperti yang Anda dapatkan.
Bila Anda telah membulatkan tekad, berserah dirilah kepada Allah. Di tangan-Nya lah semua ketentuan berada. Bersabarlah dalam berusaha. Butuh waktu untuk medapatkan sesuatu yang bernilai.
Anak yang soleh adalah di antara jalan ke surga. Doanya akan meringankan beban alam barzah, menambah cahaya gelapnya alam kubur, dan memberatkan tambahan amal. Pahala dari anak yang soleh tiada akan putus.

Duri, 4 Februari 2009
Abu Syuhada


surat untuk Amak 1

Duri, 4 Februari 2009

Menemui Amak
di Tanah Kelahiran

Assalamu'alaikum wr. wb.,

Salam sayang dan bakti dari anak Amak.

Adi ingin pulang. Udah rindu pada Amak. Ingin mencium tangan Amak.

Tetap doakan anak Amak ini, yang sedang berjuang menjadi anak yang soleh di umur yang terus merangkak dewasa. Tak terasa anak anak yang mada dulu sekarang udah berumur 30 tahun. Doakan Adi bisa menjalani kehidupan ini dengan padat amal soleh. Adi ingin doa Adi tergolong doa anak yang soleh, yang nanti Adi ingin doakan Amak masuk surga. Menurut Adi, Amak pantas menjadi salah satu bidadari di surga Allah.

Kenikmatan surga adalah sesuatu yang pasti walau banyak orang yang kesulitan untuk memahaminya. Dengan doa itulah mungkin Adi bisa membalas sedikit dari jasa Amak membesarkan. Sekarang Adi udah besar, punya anak-istri, rumah, pekerjaan. Adi tidak pernah membayangkan.

Adi sangat tahu betapa beratnya Amak dalam membesarkan kami yang lima orang. Tentu teramat pahit membesarkan lima anak yang masih kecil seorang diri. Hanya Allah saja yang sanggup membalas jasa Amak. Ya Allah, balaslah dengan surga. Amiin.

Kemarin baru. Masih sangat teringat semua masa kecil itu. Masih terbayang jelas masa berlupa. Setelah lama Adi renungkan, segala kepahitan hidup yang kami alami adalah sebuah karunia Allah tida berhingga. Kepahitan telah mengajar banyak hal kepada kami. Kami jadi tahu arti lapar/kelaparan, jadi tahu arti tidak punya, jadi tahu mensyukuri tiap makanan yang bisa kami dapatkan. Kesulitan mengajarkan Adi tahu/sadar bahwa hal-hal yang dipandang orang kecil, sebenarnya sebuah yang besar, suatu nikmat Allah yang luar biasa.

Sakit mengajari Adi untuk biasa sakit, bersusah. Tak ada kejutan berlebihan ketika dera masalah datang. Sudah terbiasa punya banyak masalah. Jadi terbiasa mendahulukan orang lain, karena sudah biasa mendahulukan adik-adik dalam banyak hal. Mau berkorban untuk untuk orang lain karena selama ini belajar berkorban untuk adik-adik. Tidak memandang tinggi dunia ini karena toh dengan kemiskinan yang mendera kami tetap bisa bertahan.

Kesusahan membuat Adi tahan susah, dan mudah-mudahan bisa tahan jika dapat karunia Allah berupa kesenangan. Amiin.

Ternyata tidak mudah menjadi anak soleh. Banyak perjuangannya, Mak. Yang paling berat adalah mengalahkan ego sendiri. Ego itu ingin ia dipuaskan, ingin selale menang, ingin selalu beruntung. Dalam beberapa hal konsep ingin selalu menang, ingin selalu beruntung,dll. ini tidak tepat. Keliahatannya merugi, tapi hakikatnya beruntung. Seperti berinfak. Tanpa merugi, tapi sebenarnya sangat beruntung. Ego susah memahami hal-hal yang abstrak seperti ini. Pertarungan hebat terjadi setiap hari. Kadang iman itu berkurang, citra kesolehan yang diperjuangkan menjauh.

Mak, tentu sangatlah beruntung menjadi orang soleh: disayang Allah, disayang manusia, disayang malaikat, disayang semua penduduk langit dan bumi, selain iblis dan anak keturunan plus bala tentaranya.

Orang soleh dapat istri soleha, dapat anak-anak yang santun, cerdas--soleh dan soleha. Allah mudahkan hidup/dunia ini bagi orang soleh. Allah ringankan bebannya. Kalaupun Allah uji dia dengan ujian yang berat, itu adalah jalan baginya untuk mendapatkan karunia Allah yang lebih besar/lebih melimpah lagi. Allah tolong dia menghadapi masalahnya itu. Orang dapat teman-teman orang soleh juga. Teman yang soleh adalah teman yang sebaik-baiknya.

Wallaahu a'lam.